Turki,Relasi.News – Recep Tayyip Erdogan memenangi pemilihan umum Turki dengan mengungguli saingannya Kemal Kilicdaroglu setelah pemilihan presiden putaran kedua pada Minggu (28/5). Dengan demikian Erdogan telah memperpanjang kekuasaannya selama dua dekade dan menjadi pemimpin Turki terlama.
Kemenangan pada pemungutan suara yang disebut media barat diwarnai polarisasi politik tajam ini menandakan berlanjutnya kembali masa pemerintahan Erdogan hingga 2028. Pemilu pada 2023 ini sendiri merupakan yang ketiga kalinya dimenangkan Erdogan selama 20 tahun memerintah Turki.
“Dengan selisih lebih dari 2 % suara antara kandidat, sisa suara yang tidak dihitung tidak akan mengubah hasil,” kata Ketua Dewan Pemilihan Turki, Ahmet Yener.
Bahkan sebelum pemungutan suara dilakukan, Erdogan yang berjaya sudah berdiri di atas bus dekat kediamannya di Istanbul untuk sekali lagi menyanyikan lagu kampanye kepada para pengikutnya dan mengumumkan kemenangan.
“Lihat situasi saat ini yang luar biasa. Kita telah menyelesaikan putaran kedua pemilihan presiden dengan dukungan bangsa ini,” katanya.
Erdogan juga menyatakan bahwa pemilu datang dan pergi namun yang utama untuk Turki adalah bahwa bangsa itu tidak menyimpang dari tujuannya dan menjaga diri untuk tetap bersatu. “Ini adalah pesan terbesar dari pemilu hari ini,” katanya.
Seperti dilansir The Guardian, Erdogan sebagai pemimpin terlama Turki telah menghabiskan dua dekade untuk membentuk kembali negara menurut citranya sendiri, memusatkan kekuasaan pada jabatannya, menahan lawan dan melembagakan kebijakan ekonomi yang semakin tidak ortodoks.
Meskipun demikian, ia mendapatkan dukungan di banyak wilayah di Turki yang paling terpukul oleh masalah keuangan negara, serta wilayah yang dilanda gempa bumi mematikan yang menewaskan lebih dari 50.000 orang di tenggara Turki.
“Kami bukan satu-satunya yang menang, Turki telah menang. Demokrasi kami telah menang,” kata Erdogan kemudian kepada pendukungnya dari balkon Istana Kepresidenan.
Presiden Turki ini terus membanggakan kemandirian ekonomi negaranya meskipun krisis keuangan terkait dengan kebijakannya, yang memicu meningkatnya krisis biaya hidup di antara warganya.
“Kami akan menunggu penghitungan suara terakhir,” kata Omer Celik, juru bicara partai Keadilan dan Pembangunan Erdogan (AKP), tak lama sebelum ucapan selamat bermunculan dari para pemimpin negara lain seperti Pakistan, Hongaria, dan emir dari Qatar.
Ucapan selamat selanjutnya datang dari Presiden AS Joe Biden, Presiden Rusia Vladimir Putin, Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak, Presiden Prancis Emmanuel Macron, Luiz Inacio Lula da Silva dari Brasil, dan bahkan mantan saingan geopolitik Erdogan, Presiden Mesir Abdel Fatah al-Sisi.
Di markas besar Partai Rakyat Republik (CHP) di ibu kota Turki, Kilicdaroglu berusaha menghibur para pendukungnya, tetapi tidak menyarankan agar ia mundur sebagai pemimpin oposisi.
“Dalam pemilu kali ini, keinginan rakyat untuk mengubah pemerintahan yang otoriter sudah jelas muncul, terlepas dari segala tekanan. Kami telah mengalami proses pemilihan yang paling tidak adil dalam beberapa tahun terakhir,” katanya
Ia mengungkapkan terima kasih kepada semua pendukungnya. Partai Rakyat Republik dan Aliansi Bangsa, katanya, akan terus berjuang dengan semua anggotanya. “Kami akan terus menjadi pelopor dalam perjuangan ini, sampai demokrasi yang sesungguhnya datang ke negara kami,” katanya.
Erdogan memasuki putaran kedua dengan memimpin, setelah pada putaran pertama ia memperoleh 49,5% suara keseluruhan dibandingkan dengan 44,5% Kilicdaroglu, sementara partainya bersama dengan mitra koalisi memenangkan mayoritas di parlemen.
Oposisi telah berhasil memaksa Erdogan melakukan pemungutan suara putaran kedua, peristiwa yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sistem presidensial yang diperkenalkan Erdogan. Namun pada akhirnya oposisi tidak dapat meraih mayoritas suara yang diperlukan untuk mengamankan kemenangan.(*)